Diceritakan bahwa ada tujuh bidadari yang turun dari kahyangan dan mandi
di sebuah telaga. Para bidadari senang mandi
dan bersenda gurau di telaga ini karena
airnya sangat jernih, di dalamnya terdapat sumber mata air dan dasar telaga ini
membiaskan warna biru yang indah. Namun, keceriaan para bidadadri ini sempat
terusik gara-gara ulah Joko Tarub yang
suka mengintip dan membawa kabur pakaian salah satu bidadari itu.
Cerita ini mengalir dan
menjadi legenda rakyat. Tapi siapa sangka, pemandian bidadari itu adalah Banyu Biru yang terletak di Sumberejo,
Kecamatan Winongan, sekitar 20 km dari kota Pasuruan, Jawa Timur. Menurut
legenda versi ini, konon, mengisahkan Joko Tarub yang suka mengintip akhirnya
dikutuk dewa menjadi ikan wader yang harus menunggui sumber air Banyu Biru ini.
Legenda ini lambat laun
menjadi mitos yang terus dipercaya hingga kini. Tak perduli legenda itu benar
atau tidak, pemandian alam Banyu Biru tetap menarik untuk dikunjungi. Wisatawan
dari berbagai penjuru daerah selali datang untuk mengunjungi obyek wisata
andalan Kabupaten Pasuruan ini. Pemandian alam ini dulu dikenal dengan sebutan Telaga Wilis. Konon, ketika Belanda datang ke negeri iini
(1887), terkesima melihat keindahan telaga yang memancarkan warna kebiruan dari
dasar kolamnya, kemudian mereka menyebutkan dengan Banyu Biru, dan nama itu
kian populer seiring dengan legenda dan mitos yang menyertainya.
Pada setiap Jumat legi, banyak
orang yang mandi dan berendam di telaga ini. Dengan melakukan mandi dan berendam
di telaga, dipercaya dapat membuat orang menjadi awet muda. Sumber air di
telaga ini dipercaya dapat membuat orang menjadi awet muda. Sumber air di
telaga ini dipercaya pula dapat menghilangkan berbagai macam penyakit, terutama
pegal-pegal dan linu-linu.
Bila Idul Fitri tiba, digelar
pesta lebaran selama tujuh hari berturut-turut. Puncaknya pada hari ke tujuh
atau pada hari raya ketupat, masyarakat sekitar Banyu Biru dan warga sekitar
Pasuruan berduyun-duyun memadati telaga ini dan menaburkan uang logam ke
teleng. Teleng adalah bagian
terdalam dari sumber air. Mereka juga meletakkan serangkaian ketupat dan
mengadakan selamatan (nyandran) di makam Raja Kera. Prosesi upacara ini
dilakukan bertujuan untuk membuang sial atau sangkal.
Versi lain menyebutkan bahwa
Banyu Biru merupakan tempat ditemukannya kerbau yang dikeramatkan oleh
penduduk. Sumber air ini lambat laun berubah menjadi telaga yang dipercaya
menyimpan kekuatan gaib. Tak heran bila diantara para pengunjung ada yang
datang secara khusus untuk minta berkah, baik untuk kesuksesan hidup atau demi
melancarkan rezeki.
Yang unik, di telaga ini hidup
Ikan Wader yang besarnya 115 cm dengan diameter 30
cm. Warga sekita menyebutnya Ikan
Sengkaring. Ikan Wader ini dipercaya hanya hidup di pemandian alam Banyu
Biru. Jumlahnya tetap dari tahun ke tahun, tidak berkurang atau bertambah.
Masyarakat sekitar atau pengunjung tidak ada yang berani untuk mengambil atau
bahkan memakan ikan wader tersebut.
Sumber atau mata air pemandian alam ini membiaskan warna kebiruan. Konon,
karena di dasarnya terdapat serpihan-serpihan fosfor berwarna biru, yang
dipercaya merupakan pecahan dari bongkahan fosfor yang sangat besar. Serpihan
fosfor inilah yang kemudian menjadikan air kolam itu terlihat seolah-olah
berwarna biru. Bila tertimpa sinar
matahari warna biru berkulauan memancar dari dasar kolam.
Bagian inilah yang menjadi daya tarik utama sehingga bentuk pemandian ini
tetap dipertahankan keasliannya. Kebiruan kolam hanya bisa disaksikan ketika
kolam dalam keadaan tenang. Saat kolam ramai oleh pengunjung yang mandi atau
berenang, maka warna kebiruan hanya terlihat sebatas fatamorgana.
Disekitar Banyu biru juga masih dirawat arca bersejarah diantaranya archa 2 Naga yang membelitkan badannya dan kepalanya di posisi yg berlawanan, dan lain-lain (lupa namanya) hehe..
Letak Geografis : Jarak dari kota kurang lebih 20 Km
Luas wilayah
Banyu Biru
kurang lebih 4 hektarWilayah desa Sumber RejoKecamatan Winongan
Kabupaten Pasuruan. Kera – kera yang di pelihara oleh penemu Banyu Biru (
P. tombro ) berkembang biak hingga beratus – ratus ekor. Pada waktu
pendudukan Jepang kera-kera itu habis ditembaki dan sisanya menyingkir
kehutan di dekat desa Umbulan yang terkenal dengan sumber air minumnya.
Tiket masuk Rp.5000/orang (anak kecil
tidak dihitung). Parkir motor Rp2.000, Toilet Rp.1000/masuk, Popomie Rp.7500 (Kalo laper). Tertanggal 7/11/2012.